Kuliner Khas Purwokerto
Nopia
Nopia pertama kali dipopulerkan oleh keluarga Tionghoa yang tinggal di Banyumas sekitar tahun 1880. Produksi kue-kue ini tidak hanya dimonopoli oleh orang Tionghoa, tetapi juga oleh penduduk lokal Banyumas. Penduduk Banyumas, yang awalnya memproduksi Nopia, mengakui bahwa keterampilan mereka diturunkan dari dua generasi di atas. Meski bukan karya asli nenek moyang Banyumas , Nopia akan tetap melekat dan menjadi simbol Banyumas. Kue bundar tersebut kemudian diperkenalkan kepada masyarakat Banyumas setempat tanpa mengenal suku dan latar belakang hingga diterima oleh masyarakat saat itu. Selain itu, industri kecil pembuatan Nopia telah berkembang di beberapa desa di kota tua Banyumas.
Hingga kini, jejak perkembangannya dapat dengan mudah ditemukan di desa Sudagaran, Pakunden dan Kalisube di kota tua Banyumas. Dan sekarang, Banyumas memiliki nama Nopia dan Mino, yang dikenal sebagai Kampung Nopia Mino. Desa ini terletak di desa Pakunden di kabupaten Banyumas. Ide untuk memulai desa Nopia dan Mino lahir dari keinginan untuk meningkatkan taraf hidup para pengusaha kecil. Selain itu, pengunjung dapat berswafoto dan mengagumi mural dan lukisan tiga dimensi. Di Kampung Nopia Mino yang sudah ada sejak Juli 2018, juga disediakan tempat latihan untuk mengajari pengunjung cara membuat Nopia Mino bersama. Awalnya, Nopia hanya memiliki satu rasa, yaitu rasa bawang merah goreng atau lebih dikenal dengan brambang goreng atau bawang merah goreng. Namun kini varian rasa terus bertambah seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen.
Tekstur kulit Nopia yang seperti cangkang telur membuatnya mendapat julukan banyak penikmat. Ndog Gludhug berarti Telur Petir di Banyumas dan melekat pada nama umum Nopia. Ukuran Nopia yang lebih besar sering disebut sebagai telur gajah. Selain nama Telur Petir dan Telur Gajah, Nopia memiliki nama populer, Mino. Mino adalah kependekan dari Mini Nopia, karena ukuran Mino lebih kecil dari ukuran Nopia biasanya. Ketika menyebut Nopia kecil Mino, orang luar sering mengira bahwa Nopia dan Mino berbeda, padahal sebenarnya sama saja, tapi tubuh Mino lebih kecil.
Nopia merupakan kuliner khas yang masih dilestarikan oleh masyarakat Banyumas. Sejarah, keunikan rasa, cara penyajian, dan nama yang unik membuat makanan klasik Banyumas ini diminati oleh para wisatawan yang berkunjung ke wilayah Banyumas dan sekitarnya. Kue bundar khas dari daerah Banyumas, dengan tekstur yang lembut, renyah di luar dan lembut di dalam. Nopia tersedia dalam dua ukuran, besar dan kecil, dan sering disebut sebagai Mino atau mini Nopia. Saat ini Nopia dan Mino sudah tersedia tidak hanya di wilayah Banyumas, tetapi juga di berbagai toko oleh-oleh di beberapa kota antara lain Wonosobo, Gombong, Cilacap, Yogyakarta hingga Surabaya, namun pusat produksinya ada di wilayah Banyumas. Cara memasak kue Nopia menarik karena merupakan perpaduan budaya Cina dan Jawa. Nopia ini terbuat dari campuran tepung terigu dan gula Kawa dan dipanggang dalam oven tanah liat khusus menggunakan kayu bakar daun kelapa.
Tahapan memasak Nopia juga cukup unik. Setelah adonan selesai, potong kecil-kecil dan tambahkan gula Jawa yang sudah dicampur dengan tepung. Kemudian ada tahap memanaskan kompor atau kuali tanah liat yang bisa menampung hingga ratusan Mino Nopia. Bahkan pemanggangan dilakukan dengan kayu bakar yang dibakar dalam tong. Setelah api padam, abu dan arangnya dibuang, agar tidak terpanggang dan hanya menempel pada tong yang masih panas. Adonan Nopia menempel di dinding bagian dalam kuali dan dipanggang selama sekitar 15 menit sampai matang, tetapi jangan terlalu lama memanggang adonan karena bisa pecah jika dipanggang terlalu lama. Untuk daya tahan Nopia ini sendiri bisa sampai 3 – 4 bulan tanpa menggunakan bahan pengawet. Meski makanan ini mudah ditemukan di toko oleh-oleh, namun banyak wisatawan yang memilih untuk mengunjungi langsung pabrik produksi untuk membeli Nopia karena dapat melihat langsung proses pembuatan Nopia. Snack ini memiliki kulit yang keras dan renyah, diisi dengan adonan gula merah dan dibumbui dengan bawang merah goreng. Masih banyak diproduksi di kota Purbalingga dan Banyumas. Nopia berbentuk seperti telur gajah, tetapi kosong di dalamnya, dilapisi gula merah dan direkatkan ke dinding bagian dalam kulit Nopia. Ada yang menyebutnya Gludhug Gajah, ada yang menyebutnya Ndog Gludhug atau Telur Petir. Kulit Nopia sama dengan Pia, hanya saja kulit Nopia lebih tebal dari kulit Pia yang berlapis.Bagi yang tertarik mencicipinya atau penasaran dengan keunikan cara pembuatannya, Anda bisa mengunjungi Kota Tua Banyumas di mana Anda bisa dengan mudah menemukan kelezatan unik ini.
Komentar
Posting Komentar